SUMBANGAN KEWANGAN JIHAD FISABILILLAH
Bank Islam Cawangan Dungun No : 13044-01-0009696 Nama Pemegangan : Dewan Pemuda Pas Kawasan Dungun Mendapat Hidayah setelah bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.
NAMA SAYA ISELYUS UDA; ISTRI SAYA MARIA JUANA.
LIMA BELAS TAHUN SAYA MENJADI PENGINJIL
DIKALIMANTAN TENGAH
SAMPAI AKHIRNYA SAYA BERTEMU
DENGAN SEORANG LAKI-LAKI DALAM MIMPI. Tidak pernah terbayang saya akan bisa menginjakkan kaki dinegeri yang
dirindukan Umat Islam itu. Bahkan tak pernah terpikir saya akan memeluk agama
yang tadinya saya benci itu. Sebab, sejak kecil saya dan istri saya biasa hidup
dilingkungan adat yang sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam. Memang, didalam masyarakat Dayak terdapat beberapa anak suku, yaitu Kenyah,
Iban, Kayan, Bahau dan sejumlah kelompok kecil yang tersebar hampir diseluruh
Kalimantan termasuk Sabah dan Serawak diwilayah Malaysia Timur. Namun akar
budaya dan kepercayaan kami snyaris tidak berbeda. Dulu suku Dayak dikenal sebagai pengayau tengkorak manusia. Cerita itu bukan
dongeng semata. Memburu kepala musuh, baik sesama suku Dayak maupun suku lain,
merupakan pilar utama budaya dan kepercayaan kami lantaran kepala yang baru
dipenggal sangat penting bagi terciptanya kesejahteraan seisi kampung, sementara
tengkorak lama makin luntur kekuatan magisnya. Untuk itu dibutuhkan perburuan
terus menerus yang menyebabkan sering terjadinya peperangan, baik antar suku
ataupun dengan masyarakat luar. JASA PENGINJIL Sebetulnya agama Islam sudah tersiar dari Tanah Jawa sejak abad ke-15,
terutama di Kutai dalam wilayah kerajaan Hindu Mulawarman yang kini termasuk
Provinsi Kalimantan Timur. Namun masyarakat Dayak tidak tertarik untuk menganut
agama Islam karena kami dilarang berternak babi atau berburu celeng dan memakan
dagingnya. Islam juga tidak membolehkan umatnya memelihara anjing. Padahal, babi
dan anjing sudah menyatu dengan kehidupan kami dan tidak mungkin terpisahkan
dari upacara adat dan ritus-ritus nenek moyang. Tak seorang pun penganjur Islam
yang pernah memberi tahu bahwa ada keringanan-keringanan yang tidak terlalu
keras menajiskan anjing dan babi, serta tidak terlalu memaksa seseorang yang
baru membaca syahadat agar segera dikhitan. Seakan-akan keringanan itu sengaja
disembunyikan. Yang kami ketahui, kalau memeluk agama Islam kami harus berpisah
dari adat-istiadat dan kebiasaan lama. Sedikit saja menyimpang dan tetap
melaksanakan tradisi para orang tua, kabarnya kami akan dituduh musryik dan
wajib masuk neraka (?!? - pen). Bukankah itu sungguh menyakitkan dan mengerikan
? Berbeda dengak sikap para penginjil, baik dari kalangan agama Katolik maupun
Protestan. Sesudah Perang Dunia berakhir mereka datang berduyun-duyun membawa
hadiah, ilmu dan pengetahuan baru yang dapat mengubah cara hidup kami tanpa
mengharu biru adat istiadat dan upacara ritual nenek moyang. kekawasan-kawasan
terpencil. Perang antar suku tidak pernah terjadi lagi berkat jerih payah
mereka. Kebiasaan mengayau kepala manusia sudah lama kami tinggalkan, juga agama
asli. Dan hal itu terjadi tanpa memunahkan upacara adat yang oleh gereja tidak
dilarang untuk dilakukan. Sungguh mereka banyak berbuat untuk suku dayak, termasuk saya dan seluruh
keluarga saya, yang sebagai pengikut Yesus dan Bunda Maria, segala kebutuhan
hidup kami selalu dipenuhi. Oleh karena itu, untuk menanggung delapan orang anak
dan seorang istri saya tidak pernah mengeluh walaupun selama lima belas tahun
saya sepenuhnya hanya mengabdi kepada agama Katolik selaku penginjil. Sudah tak
terhitung banyaknya penduduk yang dapat saya ajak masuk gereja. Apalagi sejak
saya dianugerahi amanat memimpin umat Katolik didesa Bangkal oleh gereja Sampit.
Makin menggebu-gebu semangat saya untuk mengibarkan panji-panji sang juru
selamat dan menegakkan palang salib diberbagai penjuru. Saya tanamkan iman
Kristiani kepada masyarakat kecamatan Danau Sembuluh tanpa pandang bulu. Malah
cita-cita saya tidak saja menasranikan rakyat Sampit, ibu kota Kabupaten
Kotawaringin timur, melainkan seluruh pelosok Provinsi Kalimantan
Tengah. MIMPI YANG MENAKJUBKAN (BERTEMU DENGAN NABI MUHAMMAD SAW) Tiga tahun saya menerbangkan ayat-ayat Injil dimimbar gereja dan diberbagai
persekutuan doa didesa bangkal dan desa-desa lainnya. Kemudian saya dipercayai
pula untuk mengumandangkan misi gereja dikecamatan Cempaga sejak tahun 1978.
Berkat kegigihan saya, hingga hampir segenap waktu saya tersita oleh kegiatan
pelayanan rohani, saya berhasil mengajak umat dan berbagai pihak untuk
bersama-sama membangun gereja yang besarnya lumayan, lengkap dengan asramanya.
Dua tahun saya mengucurkan keringat, memeras tenaga dan pikiran demi kejayaan
agama Katolik melalui gereja yang saya dirikan itu. Sungguh bangga hati saya,
sungguh mantap kaki saya. Namun dibalik kepuasan batin itu ada sesuatu yang
terngiang-ngiang jauh didasar sanubari saya. Entah mengapa dan dari mana
datangnya tuntutan itu tidak pernah terungkap sama sekali, yaitu tanda tanya
yang tak mampu saya menjawabnya meskipun telah saya gali lewat firman-firman
suci. Apakah betul yang saya tempuh berasal dari Tuhan ? Tidak kelirukah saya
menyerahkan diri bulat-bulat dalam keyakinan itu ? Kebimbangan tersebut betul-betul sangat menyiksa hidup saya dan senantiasa
mengusik ketentraman batin saya. Seolah-olah ada sebuah lubang pada diri saya
yang tidak mampu saya tutupi, malah saya rasa makin lama makin dalam dan lebar.
" Ya Tuhan, kalau Engkau Maha Kuasa dan Maha Penyayang, tunjukkanlah
kebenaran yang sempurna," demikian ratap saya tiap malam tatkala suasana
sedang lengang dan kesunyian sedang mencekam sambil saya genggam rosario (kalung
salib-pen) erat-erat. Saya menggapai-gapai bagaikan hampir tenggelam ditengah-tengah samudera
kehampaan. Saya berteriak nyaring ditengah gurun kesunyian. Saya merasa
ditinggalkan sendirian dalam sebuah lorong gelap dan pengap setelah seberkas
cahaya yang tadinya saya jadikan pedoman kian buram dan hampir padam. Saya
merindukan sinar terang yang tidak menipu saya dengan bercak-bercak fatamorgana.
Saya mendambakan jalan lurus menuju haribaan Tuhan yang Sejati dan Hakiki. Tiba-tiba, pada suatu malam menjelang akhir Oktober 1980, ketika kesibukan
untuk mengabarkan Injil dan menawarkan kerajaan surga tengah mencapai puncaknya,
saya didatangi mimpi yang sangat aneh. Seorang lelaki berjenggot rapi
mengunjungi saya antara tidur dan jaga. Pundak saya ditepuk dan tangan kanan
saya ditariknya, Saya menoleh. Betapa takjub saya melihat sosok manusia yang
begitu tampan dalam usia bayanya. Berpakaian serba putih dengan rambut berombak
tertutup selembar kain halus yang juga berwarna putih, Ia tampak sangat agung
dan anggun. Saya merasa damai oleh sentuhan pandang dan senyumnya. Dituntunnya saya menjelajahi hamparan tanah yang tandus menuju sebuah gurun
pasir yang luas dan gersang. Anehnya, meskipun matahari terik membakar, saya
justru terlena oleh kesejukan yang indah dan menawan. Seolah gumpalan awan besar
menaungi kami berdua. Ketika tiba ditempat tujuan, entah dimana saya tidak tahu, ia mempersilahkan
saya masuk kesuatu kawasan yang asing dan sakral. Saya lihat ribuan manusia
berselimut putih-putih bergerak bak busa ombak mengelilingi sebuah bangunan
hitam berbentuk kubus menjulang keatas membelah langit sambil berlari-lari
kecil. Diantara mereka ada yang sedang bersujud dengan khusuk, banyak pula yang
berebutan mengecup batu hitam kebiruan yang menempel di dinding kubus itu.
begitu saya datang, kerumunan manusia tadi menyibakkan diri dan memberikan
kesempatan kepada saya untuk memeluk dan mencium batu berkilat itu sepuas hati.
Amboi, alangkah harumnya, alangkah tenteramnya. Setelah itu Ia mengarak saya bersama gemawan ketempat lain yang
pemandangannya amat berbeda, tetapi suasanannya sama, penuh keagungan. Saya
bertanya, " Bangunan apa yang teduh ini ?" Ia menjawab, " Ini yang
dinamakan Masjid Nabawi." Sebagai penginjil saya pernah mengenal istilah itu, sebab mempelajari
agama-agama lain adalah modal untuk membeberkan kebenaran kami dan membongkar
kelemahan mereka. Oleh karena itu saya terkejut. mengapa saya dibawa kemari
? " Gundukan tanah yang ditengah itu untuk apa ?" kembali saya bertanya.
" Itu makam Nabi Muhammad," sahutnya. Mendengar penjelasan itu saya pun makin kaget. Nabi Muhammad adalah pembawa
ajaran Islam. Ada hubungan apa dengan saya sampai diajaknya saya berziarah
kesini ? Meski beribu kebingungan menyemak dihati saya dan berbagai tanda tanya
merimbun dibenak saya, sekonyong-konyong, tanpa dimintanya saya bersimpuh
didepan kuburan yang sederhana itu. Air mata saya menetes. Saya terharu walau
pun tidak tahu mengapa bisa terharu. Saya cuma membayangkan betapa mulianya
pemimpin kaum Muslimin itu yang pengikutnya ratusan juta orang, tetapi makamnya
begitu bersahaja, yang ajarannya ditaati umatnya, namun kematiannya tidak boleh
diratapi. Saya terpana sangat lama sehingga tatkala saya sadar kembali, lelaki
yang mengantar saya tadi telah menghilang kedalam kuburan itu. PANGGILAN HATI Saya ceritakan mimpi saya kepada istri dan anak-anak saya. Mereka terkesima. Istri saya berkaca-kaca; saya tidak mengerti apa sebabnya. Barulah pada malam harinya, ketika kami cuma berdua, ia berkata : "Saya yakin itu bukan sekadar mimpi. Itu panggilan. Dan kita berdosa
kepada Tuhan apabila tidak mau mendatangi panggilan-Nya." " Maksudmu ?" saya tidak paham akan maksud istri saya. " Kita tanya kepada orang yang ahli agama Islam. Siapakah lelaki baya yang
mengajak Abang itu. Dan bagaimana makna mimpi itu. Kalau memang benar merupakan
panggilan Tuhan, berarti kita harus masuk Islam," jawab istri saya tanpa
ragu-ragu. Sayalah yang justru dilanda kebimbangan, terombang-ambing dalam iman Kristiani yang makin goyah. Apalagi tiap kali teringat akan salah satu surah Al-Quran yang pernah saya pelajari bahwa : " Tuhanmu adalah Allah Yang Maha Tunggal, Yang Tidak Beranak dan Tidak
Diperanakkan ..." Saya ingin lari menghindari dengungan batin itu. Namun keyakinan saya tak
cukup kuat untuk menahan deburan ayat-ayat itu. Untungnya pada tahun 1983 gereja Sampit memindahkan saya ke Medan, tugas saya
kedesa Resettlement untuk mengobarkan semangat Injil pada masyarakat setempat.
Saya terima tugas itu dengan setengah hati sebab semangat Injil saya sendiri
sedang meluntur ketitik paling rawan. Anehnya, saya merasa bahagia menerima
keadaan itu, lebih-lebih ucapan istri saya yang tak pernah lenyap dari
pendengaran saya. " Kalau mimpi itu merupakan panggilan Tuhan, kita berdosa jika tidak
mendatangi-Nya. Kita harus masuk Islam. " Akhirnya, pada awal Maret 1990 saya sekeluarga mengunjungi Kantor Urusan
Agama Kecamatan Mentawa Baru ketapang, sesudah lebih dulu mendapat penjelasan
dari seseorang yang saya percayai memiliki pengetahuan mendalam tentang agama
islam. Ia mengatakan bahwa lelaki dalam mimpi saya adalah Nabi Muhammad.
Diterangkannya lebih lanjut bahwa tidak semua orang, termasuk kaum Muslimin,
bisa memperoleh kehormatan bertemu dengan Nabi dalam mimpi. Dia meyakinkan saya
bahwa mimpi itu bukan dusta, bukan kembang tidur, sebab Iblis pun tak sanggup
menyerupai Nabi walaupun ia bisa menyamar sebagai Malaikat. Itulah yang kian memantapkan tekad saya sekeluarga untuk memeluk ajaran
Islam. maka dengan bimbingan Mahali, B.A. Kami mengucapkan dua kalimah syahadat
disaksikan oleh para pendahulu kami, Arkenus Rembang dan Budiman Rahim, dari
Kantor Departemen Agama Sampit. Nama saya, Iselyus Uda, diganti dengan Muhammad
Taufik; istri saya menjadi Siti Khadijah. Begitu pula kedelapan anak saya yang
memperoleh nama baru yang diambilkan dari Al-Quran. Sepulang dari upacara persaksian itu dada saya terasa sangat lapang dan dunia makin benderang. Tengah malam saya mengangkat kedua tangan dan menggumam : " Ya Tuhan, terpujilah nama-Mu telah datang kerajaan-Mu. Syukur kepada-Mu,
Ya Allah, untuk anugerah kebenaran ini." MENEBUS MIMPI Sejak hari paling bahagia itu saya mulai berangan-angan kapankah pemandangan
dalam mimpi saya dulu itu bisa terwujud. Saya merindukan Tanah Suci tempat
kelahiran Nabi dan tempat Jenazahnya dimakamkan, yaitu Mekkah dan Madinah.
Kecuali dengan Kuasa Allah, rasanya mustahil terlaksana mengingat kemampuan
ekonomi saya tidak secerah semasa menjadi penginjil. Akan tetapi saya tidak
mengeluh. Memang disegi materi terjadi penurunan, tetapi disegi yang lain
kehidupan kami bertambah makmur dan sejahtera. Kekurangan kami sedikit kami anggap biasa, itulah ujian iman. Sebab ternyata
materi bukan segala-galanya. Yang penting, anak-anak dapat melanjutkan
pendidikan mereka dan kebutuhan sehari-hari kami tercukupi. Adapun hidup
berlebihan bukan tujuan utama. Buat kami sudah puas dengan kaya dihati dan
rezeki yang halal. Saya tidak tahu apakah keikhlasan itu diterima Tuhan, ataukah lantaran sudah
tertulis didalam Takdir-Nya bahwa saya sekeluarga harus menjadi Muslim dan
Muslimat yang kuat. Peristiwa yang terjadi dua pekan setelah kami masuk Islam
membuat saya makin bersyukur kepada Allah, yaitu ketika Kakandepag Kotawaringin
Timur, Drs. H. Wahyudi A. ghani, bertamu kerumah saya di No.19 Desa
Resettlement. Ia tidak hanya bertandang, tetapi mengantarkan tebusan mimpi. Ia mengabarkan bahwa Menteri Agama, H. Munawir Syadzali, M.A. menaruh simpati
kepada saya dan berkenan memberangkatkan kami suami istri untuk menjalani ibadah
Umrah. MasyaAllah, alangkah akbarnya Engaku, alangkah luasnya kasih sayang
Engkau. Sungguh saya tidak mampu menggoreskan pena atau menggerakkan lidah guna
menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan saya. Tidak bisa lain yang menggugah hati Menteri Agama, seorang petinggi negara
diantara 170 juta lebih bangsa Indonesia, pasti Allah yang Maha Kuasa. Tanpa
kehendak-Nya mana mungkin perhatiannya terlintas kepada seorang warga desa
terpencil di Kalimantan Tengah ini, padahal kegiatannya selaku menteri tidak
kepalang sibuknya. Saya dan istri langsung melakukan sujud syukur walaupun kepergian kami
tertunda beberapa bulan. Sedianya kami akan diberangkatkan pada Juli 1990; namun
karena terhalang oleh musibah Mina, terpaksa diundur ke bulan Januari 1991. Akhirnya kami kesampaian mewujudkan pemandangan dalam mimpi dengan
melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah, menunaikan sai antara Shafa dan Marwah,
serta berziarah kemakam Rasulullah Saw. Dikaki Tuhan, ditengah dekapan Tanah
Haram ,kami memohon agar diberi kekuatan dan kenikmatan iman dalam Islam. Juga
kami meminta supaya Tuhan menunjuk kami untuk menyebarkan janji-janji-Nya. Agaknya doa kami ditempat-tempat mustajab di Mekkah dan Madinah mulai
dikabulkan-Nya. Buktinya, setiba kembali dari Tanah Suci ada seorang hartawan
yang tidak ingin disebut namanya, mewakafkan sebidang tanah kepada saya. Luasnya
lebih dari cukup untuk mendirikan madrasah dan sarana-sarana pendidikan
lainnya. Saya berniat menghabiskan sisa umur saya untuk membayar dosa-dosa pada masa
silam tatkala lima belas tahun lamanya saya bekerja keras memurtadkan umat Islam
dan merayu semua orang agar mengikuti keyakinan saya kala itu. Mudah-mudahan
saya mampu menerapkan pengetahuan dan pengalaman saya bagi kejayaan agama yang
baru saya peluk secara resmi dalam setahun ini (pada saat cerita ini diceritakan
pertama kalinya-pen). Semoga ALlah menerima tobat saya dan memudahkan jalan bagi
saya, juga istri dan anak-anak saya, untuk mematuhi segala perintah-Nya dan
menghindari semua larangan-Nya. ======================== Akhir cerita ========================== Penutup, dari penulis : Akhirnya Apa yang bisa kita ambil dari cerita diatas? Semoga saja
banyak hal-hal positif yang dapat ditauladani serta dijadikan pelajaran sebagai
penguat keimanan kita semua yang setiap harinya selalu dibayangi dengan
kehidupan kota yang "sumpek" dan "memuakkan". Mohon maaf atas panjangnya
rangkaian tulisan saya diatas, sebenarnya pada mulanya akan saya bagi menjadi
dua bagian, namun setelah saya telaah kembali maka takutnya akan mengurangi
makna dan "sentuhan" aslinya. Terakhir, ada baiknya saya kutipkan beberapa ayat Al-Quran dibawah ini : " Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. " (QS. 2:57) " Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan Nya. " (QS. 24:39) " Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. " (QS. 65:3)
Diterbitkan oleh : |